Kenaikan Harga Beras: Ancaman Inflasi dan Respon Pemerintah

Sektor kelapa sawit Indonesia, sebagai produsen terbesar di dunia, terus beradaptasi dengan dinamika pasar global dan tantangan keberlanjutan. Harga minyak sawit mentah (CPO) kerap berfluktuasi, dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan global, serta kebijakan negara-negara importir utama. Untuk menjaga stabilitas dan daya saing, berbagai inisiatif telah diimplementasikan, mulai dari peningkatan produktivitas petani hingga penguatan tata kelola sawit berkelanjutan.

Dinamika Harga dan Tantangan Pasar Global

Harga CPO global terus menunjukkan pergerakan yang fluktuatif, dengan proyeksi mencapai puncaknya pada kuartal pertama 2024, diperkirakan menyentuh US$964 per ton. Kenaikan ini didorong oleh pertumbuhan permintaan yang solid dari negara-negara seperti Tiongkok dan India, serta dampak El Nino yang diperkirakan akan memengaruhi produksi. Meskipun demikian, pasokan minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai dan bunga matahari, juga berada pada level historis yang tinggi. Peningkatan produksi di Amerika Selatan dan Eropa Timur dapat menjadi faktor penekan harga CPO di masa mendatang.

Permintaan CPO global menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2023, konsumsi global mencapai 79,2 juta ton, melonjak 4% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini diperkirakan akan terus tumbuh 3,2% pada tahun 2024, mencapai 81,7 juta ton. India dan Tiongkok menjadi pendorong utama, menyumbang 46% dari total konsumsi pada 2023. Proyeksi pertumbuhan konsumsi India sebesar 4% dan Tiongkok sebesar 3,5% pada 2024 menyoroti pentingnya kedua negara ini bagi pasar sawit Indonesia.

Pasokan CPO Indonesia pada tahun 2023 mencapai 50,6 juta ton, tumbuh 6% dari tahun sebelumnya, dengan 32 juta ton dialokasikan untuk ekspor dan 18,6 juta ton untuk konsumsi domestik. Untuk tahun 2024, produksi diproyeksikan sedikit menurun menjadi 50,4 juta ton, sementara ekspor diperkirakan mencapai 32,5 juta ton. Meskipun volume ekspor cenderung stabil, nilai ekspor CPO Indonesia menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2023, nilai ekspor CPO dan turunannya turun 14,4% menjadi US$28,45 miliar dari US$33,26 miliar pada tahun 2022. Penurunan nilai ini sebagian disebabkan oleh normalisasi harga CPO setelah lonjakan pada tahun 2022.

Kebijakan Berkelanjutan dan Peran Petani

Pemerintah Indonesia terus berupaya mengintegrasikan keberlanjutan dalam rantai pasok kelapa sawit. Implementasi program Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan moratorium izin sawit adalah langkah strategis untuk memastikan produksi yang bertanggung jawab. Program peremajaan sawit rakyat (PSR) juga menjadi fokus utama, yang menargetkan revitalisasi lahan seluas 180.000 hektare hingga tahun 2025. Program ini bertujuan meningkatkan produktivitas kebun petani, dari rata-rata 3–4 ton CPO per hektare menjadi 6–8 ton CPO per hektare, sekaligus mendorong praktik budidaya yang lebih baik.

Upaya pemerintah juga mencakup pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung. Contohnya, pembangunan pabrik kelapa sawit mini di Jambi yang diresmikan pada akhir 2023, diharapkan dapat memberdayakan petani sawit lokal. Dengan kapasitas olah 2,5 ton tandan buah segar (TBS) per jam, fasilitas ini memungkinkan petani memperoleh nilai tambah dari hasil panen mereka, sekaligus memangkas mata rantai distribusi.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menggarisbawahi pentingnya program PSR dalam menjaga keberlanjutan produksi sawit nasional. Program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan dan ekonomi petani. Implementasi ISPO secara wajib juga memastikan produk sawit Indonesia memenuhi standar keberlanjutan global, meningkatkan akses pasar, dan citra produk.